Tak bertemu cita-cita, Bukan Berarti Tak Punya Tujuan
Hanya cita-cita yang tidak tergapai.
Saat ibu dulu mengajariku membaca, menulis di atas tanah saat itu aku suka belajar. Belajar itu menyenangkan bagiku, begitu juga menulis. Bahkan dulu aku sempat dibayar oleh teman-teman sekelas hanya untuk menulis catatan kesimpulan dari buku paket.
Saat kita ditugaskan membuat pohon impian ibu guru meminta kami untuk menggantungkan kertas impian kami. Ya dokter, guru, polisi, polwan, insinyur, dan masih banyak lagi cita-cita teman-temanku. Lalu aku berfikir kala itu aku ingin menjadi dokter, tapi karena ada temanku yang menuliskan cita-citanya menjadi dokter, akupun enggan menuliskan cita-cita yang sama.
Ibu guru memberikan tepuk tangan untukku. Semoga nanti ketika Mala sudah besar, cita-cita itu benar ada ya. Karna kata beliau waktu itu tidak ada ada yang punya cita-citaku. Dokter tumbuhan, ya itulah cita-citaku dulu saat SD. "Dasar anak kecil !"
Mungkin dulu itu hanya sebatas karna aku tidak mau memiliki cita-cita yang sama dari teman-temanku. Hehehe.
Kala-kala duduk dibangku kuliah, menginjak kepala dua. Ah, masa iya ini cita-citaku ? Padahal aku sukanya dengan menghitung, membaca banyak teori tentang manusia dan tumbuhan. Sekarang aku dipertemukan dengan ilmu yang belum pernah aku pelajari dan temui sejak 12 tahun sekolah.
"Kita memang belum tentu akan dipersatukan dengan apa yang kita suka". Fikir positifku kala itu.
Kalo itu memang harapan terbesar dalam hidup mengapa aku biasa saja saat aku tak bisa meraihnya. Bahkan sampai sekarang aku masih sering berputar kemana arah yang bisa aku lakukan.
Cita-citaku telah pergi, karna aku tak bisa menggapainya. Sekarang yang aku pilih aku melakukan pekerjaan yang aku senang saat menjalaninya, yang penting itu bermanfaat, yang membuat aku bertumbuh, dan yang terpenting niat melakukan suatu hal yang aku suka karna Allah. Aku fikir kalaupun sampai tutup usia nanti aku tak dipertemukan dengan cita-cita itu- aku akan tetap merasa berharga, tetap menjadi perempuan, tetap menjadi manusia yang bermanfaat, tetap bisa berperan.
Sekarang aku sadari, adalah hal yang biasa jika cita-cita itu tak tergapai. Setidaknya, dia pernah membuat hidup kita berambisi. Sekarang aku hanya perlu tau kemana tujuanku- dan bagaimana jalan mencapai tujuan itulah seni dimana aku bisa mengolah emosiku yang kadang kala bisa tak karuan, yang mengajariku untuk bisa menjadi dewasa dalam meraih tujuan.
Jadi kalo diusia sekarang kamu merasa tak memiliki cita-cita lagi, tak mengapa. Mulailah menjalani peran dan hal yang kamu suka, yang Allah Ridha tentunya. Siapa tahu, disitulah kamu temukan cita-citamu.
Sekarang saat hampir lulus kuliah. Akupun masih sering berubah dengan cita-citaku, kadang ingin menjadi ibu rumah tangga, kadang ingin dan ingin. intinya aku ingin menjadi orang yang mau berusaha saja. Entah bagaimana Tuhan menuliskan takdir untukku dihari-hari yang akan datang.
Dan aku belajar bahwa hari ini kemampuan untuk bisa merasa bahagia dan menikmati hidup disaat kita tidak bertemu dengan impian, atau bahkan hal-hal yang kita perjuangkan itu harus dibangun sedini mungkin. Ya ini lah pentas kehidupan. Kita hanya menjalani, Allah yang memastikan. Agar nantinya kita tetap bisa bersyukur tetap menikmati hidup tanpa membandingkan capaian. Dan bisa jadi salah satu pengalaman yang akan aku ceritakan kepada anak-anakku ketika aku menemani mereka bercerita tentang mimpinya.
Sekarang bagaimana dengan kamu? sudah bertemu dengan cita-citamu ? Tak mengapa jika tak bertemu. Santai. Mungkin kamu hanya perlu menemukan tujuan hidupmu, agar kamu bertemu dengan jalan-jalan serta rambu yang menunjukkan mu kesana, ke tujuanmu sebenarnya.
Karna pada akhirnya nilai berharga atau tidaknya bukan dari setinggi apa cita-cita kita. Tapi saat tujuan kita adalah Allah.
Komentar
Posting Komentar